Thailand
adalah negara yang tidak pernah mengalami penderitaan pendudukan kolonial,
meskipun berada di tengah ekspansi kolonial yang hampir mengelilingi sebagian
besar Negara Asia Tenggara. Thailan sendiri adalah negara yang sering mengalami
kudeta oleh junta militer, kudeta terakhir terjadi pada tahun 1991 dan sejak
saat itu hampir tidak pernah terjadi kudeta. Tetapi setelah hampir 15 tahun
tidak terjadi kudeta pada tanggal 20 september 2006 hal itu pun terjadi kudeta
yang dilakukan militer Thailand untuk menggulingkan pemerintahan PM Thaksin
Sinawatra. Tindak lanjut darikudeta tersebut, tanggal 15 Oktober 2006 junta
militer membatalkan pemilu, membatalkan konstitusi, membubarkan parlement,
melarang unjuk rasa, mengumumkan undang-undang keadaan darurat, menangkap para
anggota kabinet membredel media lokal maupun internasional. Sangat kontras
sekali kudeta tersebut terjadi padahal pada saat PM Thaksin Sinawatra mulai
memimpin pada tahun 2001, Thaksin berhasil membangkitkan ekonomi Negara
Thailand dan berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7% pertahun dan
juga terbebas dari belenggu IMF, bukan hanya itu pemerintahan yang di pimpim PM
Thaksin sangat disukai oleh para petani di desa-desa, hal tersebut yang menarik
di angkat terkait kudeta yang terjadi di Thailand, berbanding terbalik dengan
keberhasilan tetapi pemerintahan tersebut malah di kudeta oleh junta militer.
Ø
Posisi
Militer dalam Sistem Politik Thailand
Kudeta adalah penggulingan kekuasaan
pemerintahan oleh sekelompok orang yang biasanya adalah militer. Didalam kudeta,
aktor negara digulingkan sedangkan institusi pemerintahan relatif tidak
berubah. Menurut Bilveer Singh ada dua alasan yang melatar belakangi
keterlibatan militer didalam bidang non militer yaitu faktor internal dan
eksternal, faktor internal terdiri dari 1) nilai-nilai dan orientasi para
perwira militer, 2) kepentingan-kepentingan material korps seperti dalam
memperjuangkan kepentingan kelompok dan organisasi baik untuk meningkatkan
fasilitas militer maupun untuk memberi gaji yang layak kepada anggotanya. Jika
pemerintahan politik gagal dalam memenuhi kebutuhan anggota militer, maka ada
kecenderungan militer untuk kudeta. Intinya jika kesejahtraan perwira militer
tetap terjamin maka pemerintahan suatu negara akan aman dari intervensi
militeer. Sedangkan faktor eksternal salah satu contohnya adalah ketidak
mampuan pemerintahan sipil untuk memerintah secara efektif yang berakhir pada
krisis politik yang disusul pada krisis ekonomi dan sosial. Sedangkan faktor
internasional, keterlibatan militer dalam politik disebabkan karena adanya
intervensi asing dalam segi ekonomi internasional. Awal mula militer masuk ke Thailand
pada tahun 1932 yang bermula menjatuhkan sistem monarki absolut, meskipun
demikian kudeta tersebut bukan suatu revolosi proletariat tetapi hanya mengubah
konstitusi.
Ø
Kronologis
Kudeta
Petang hari tanggal 19 September 2006
pukul 18.30 pasukan khusus angkatan darat kerajaan Thailand yang di pimpin
Shonti Boonyaratglin bergerak dari provinsi Lopburi menuju Bangkok, dan pada saat
itu Shonti mengambil alih pemerintahan dan mendaulat dirinya sebagai Perdana
Menteri menggantikan Thaksin. Shonti kemudian berjanji menduduki jabatan
tersebut untuk sementara hingga terpilihnya pemimpin yang baru, perkataan itu
ia sampaikan ke rakyat Thailand. Tetapi sebulan sebelum kudeta di Thailand akan
dlangsungkan Pemilu. Namun dengan adanya kudeta ini, Shonti mengatakan bahwa
pemilu baru akan dilaksanakan setahun kemudian. Menurut Eric Nordlinger ada 3
faktor yang mendukung keberhasilan kudeta yaitu : 1) keterlibatan aktif perwira
menengah yang menduduki pos-pos strategis, 2) anggota komplotan harus mempunyai
jumlah pasukan yang memadai demi keberhaasilan tujuan itu, termasuk beberapa
lokasi dan bangunan penting tertentu, dan 3) ketepatan koordinasi.
Ø
Latar
Belakang Kudeta
Pada awal pemerintahannya Thaksin memimpin
Thailand berupaya keluar dari krisis finansial Asia. Salah satunya dengan
menggunakan kekayaan untuk meningkatkan kesejahtraan petani pasca krisis dan
membebaskan Thailand dari campur tangan IMF. Bagi kaum petani dan masyarakat
yang ada di desa PM Thaksin dianggap mampu mendekatkan pemerintah dengan
masyarakat bawah. Meskipun demikian PM Thaksin justru menimbulkan pro dan
kontra, masyarakat elite menuduh Thaksin membeli suara rakyat miskin melalui
berbagai kebijakan yang ditujukan bagi kaum miskin di pedesaan dan petani dan
juga mengabaikan kelas atas yang juga merupakan bagian dari masyarakat
Thailand. Kebijakan yang membuat PM Thaksin populer di kalangan petani ini
menjadi kontroversi dan dipertanyakan setelah perekonomian mengalami inflasi,
defisit, dan pertumbuhan ekonomi yang kembali menurun, serta pemerintah
terpaksa menghapuskan subsidi BBM. Kepemimpinan Thaksin yang berubah menjadi
otoriter dan kesewenang-wenangan menimbulkan banyak oposisi yang berakhir
dengan kudeta. Pada dasarnya latar belakang kudeta Thailan terdiri dari 2
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
·
Faktor
Internal
a)
Nilai-nilai dan orientasi para perwira
militer baik secara individu maupun kelompok
b)
Konflik kepentingan diantara klik-klik
di pemerintahan Thailand
·
Faktor
Eksternal
a)
Latar Belakang Ekonomi : Adanya korupsi dan kolusi yang dilakukan oleh
PM Thaksin. Hal itu terlihat jelas semenjak PM Thaksin berkuasa tahun 2001
kekayaan Thaksin terus meningkat dari awalnya 403 juta dollar AS meningkat
menjadi 2 miliar dollar AS. Hal itu
menimbulkan sinisme di kalangan masyarakat Thailand, di tambah lagi Thaksin
menjual aset-aset negara yang membuatnya di cap tidak nasionalis
b)
Latar Belakang Politik : 1) Krisis politik
akibat kebijakan represif Thaksin terhadap masyarakat di wilayah Thailand
Selatan. 2) Krisis politik akibat kecurangan yang dilakukan Thaksin dalam
pemilu 2006.
Komentar
Posting Komentar