Ketergantungan Indonesia Terhadap Negara Maju Pada Massa Kepemimpinan Soeharto

Image result for teori ketergantungan
Indonesia sebagai Negara Dunia Ketiga berada di antara beberapa pilihan sistem politik dan ekonomi. Setelah Indonesia merdeka, penerapan sistem Demokrasi Liberal (1945-1959) ternyata tidak berhasil menciptakan kemajuan perekonomian dikarenakan tidak adanya stabilitas pemerintahan. Kemudian  pada massa Demokrasi Terpimpin (1959-1966) pun kondisi ekonomi nasional tak kunjung mengalami kemajuan. Lalu memasuki Massa Orde Baru (1966-1998) rezim Soeharto mendeklarasikan penerapan sistem Ekonomi Politik Pancasila, yaitu kombinasi antara sistem Otoritarian dalam kehidupan demokrasi semu dengan sistem ekonomi kapitalisme neoklasik, yang tak lain pelibatan kontrol negara dalam mekanisme ekonomi pasar.
Mengenai utang luar negeri, bahwa bantuan luar negeri digunakan oleh negara kaya untuk mempengaruhi hubungan domestik dan luar negeri negara penerima bantuan, merangkul elite politik lokal di negara penerima bantuan untuk tujuan komersil dan keamanan nasional. Kemudian, melalui jaringan Internasional, keuangan Internasional, dan struktur produksi, bantuan luar negeri ditujukan untuk mengeksploitasi sumber daya alam negara penerima bantuan. Sehingga para penganut Teori Depedensi, menganggap bahwa bantuan luar negeri dapat digunakan sebagai sebuah instrumen untuk perlindungan dan ekspansi negara kaya ke negara miskin, sebuah sistem untuk mengekalkan ketergantungan.
Bila kita melihat kondisi kehidupan ekonomi di Negara Indonesia pada massa Orde Baru, Indonesia termasuk Negara yang berketergantungan terhadap negara lain. Indonesia terlibat hutang yang banyak kepada negara-negara maju, juga mengalami masalah dalam pengelolaan kekayaan alam. Pengelolaan kekayaan alam yang buruk membuat bangsa Indonesia harus kehilangan pundi-pundi penghasilan Negara yang dapat mensejahterakan bangsanya lebih baik. Hal ini sebagai akibat timbulnya perusahaan asing yang dibiarkan memperpanjang kontrak pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang penting bagi Negara. Akibat penguasaan (SDA) oleh negara-negara maju yang membuat bangsa ini kehilangan pendapatan yang sangat besar. Rakyat Indonesia bekerja hanya sebagai tenaga kerja atau Kuli, sedangkan orang asing leluasa menarik keuntungan yang banyak. Dampak yang buruk dari kontrak-kontrak kerja dan penguasaan kekayaan alam yang parah terjadi di Indonesia bagian Timur dimana rakyat setempat masih belum dapat menikmati  hasil yang cukup dari kekayaan alam yang dikontrakan kepada negara-negara maju. Terbukti dari pembangunan yang terjadi di Indonesia bagian Timur yang tidak mengalami kemajuan.
Berlimpahnya arus modal asing dan utang luar negeri membuat Kapitalisme mulai tumbuh pada massa Orde Baru. Menurut Richard Robinson mengatkan, Kapitalisme yang di bangun Presiden Soeharto tidak murni berdasarkan mekanisme pasar, melainkan dikontrol oleh sebuah patronase korup hasil kolaborasi oknum militer dan pemegang modal. Persetubuhan antara modal dan aparatur negara melahirkan keluarga-keluarga konglomerat raksasa yang mengendalikan mekanisme pasar pada massa Orde Baru, (Robinson,2012).
Pada massa Orde Baru kaum keturunan ningrat juga menduduki berbagai jabatan strategis baik di militer maupun birokrat, yang paling nyata ialah Kerabat Cendana. Aliansi itu mengakibatkan proses eksploitasi yang diiringi pula oleh proses korupsi dan ketidakadilan di setiap tingkat struktur pemerintahan yang mengabdi kepada kepentingan pemilik modal dari sistem kapitalis internasional. Dapat dilihat bagaimana korupsi menggurita pada massa Orde Baru yang dilakukan oknum tingkat pemerintahan dari pusat sampai ke desa, perusahaan-perusahaan dengan mudah dapat menyuap penyelenggara negara untuk melindungi kepentingan mereka.
Pertumbuhan industri yang ada tidak berorientasi kepada pertanian, tetapi malah berorientasi berdasarkan kebutuhan di luar negeri, akibatnya sektor industri dalam negeri memaksa sektor pertanian tidak berkembang. Apa yang terjadi di Indonesia dimana industri pertanian terpinggirkan, proses modernisasi teknologi pertanian yang semestinya digalakan pada akhirnya kalah oleh industri manufaktur padat modal yang bersumber dari asing, kemudian dibumbui juga oleh proyek ambisius mobil nasional dan industri pesawat terbang. Konsentrasi rezim Soeharto kepada industri pertanian tidak berkembang, para petani satu per satu beralih profesi menjadi buruh industri sentra-sentra ekonomi tidak menyebar dan hanya terkonsentrasi dipulau Jawa bahkan hanya sekitar Ibukota. Akibatnya meningkatnya arus urbanisasi dari desa ke kota, lantaran profesi petani dipandang menjadi semakin tidak menarik dan prospektif, perlahan namun pasti, Indonesia yang sempat mencapai swasebada pangan kembali menjadi negara pengimpor komoditas pokok.
Proses ekonomi seperti itu diperparah jaringan kerjasama antara pemodal asing Negara atau lembaga pemberi hutang kepada Indonesia, pengusaha domestik dan elite pengusaha komprador yang didominasi kelangan militer serta birokrasi. Kolaborasi ketiga pihak tersebut membuat gagalnya perkembangan ekonomi, Indonesia yang direncanakan tinggal landas malah kandas gagal menjadi negara maju. Didik J Rachbini menyatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sempat tinggi pada massa Orde Baru tidak disertai dengan pemerataan, dimana kesenjangan ekonomi mengapa begitu lebar karena peran negara absen dalam mendorong keadilan ekonomi (Didik J Rachbini, 2004).
Agar Negara Dunia Ketiga bisa membebaskan diri dari ketergantungan terhadap Negara Maju, maka harus ada perubahan drastis dalam struktur politik dalam negeri. Aliasnsi antara golongan feodal, tuan tanah, golongan industrialis yang dekat dengan penguasa dan golongan kapitalis asing harus dihancurkan. Solusi ini tampaknya sangat sulit dilakukan di Indonesia, sebab proses Reformasi 1998 tidak melakukan bumi hangus terhadap agen-agen yang menciptakan ketergantungan Indonesia terhadap Kapitalis Dunia, justru sebaliknya cengkraman itu saat ini semakin menguat.


Komentar