ANALISIS KEMENANGAN DONALD TRUMP DALAM PEMILIHAN PRESIDEN AMREIKA SERIKAT (2016-2017)

Image result for donald trump

A.  Kemenangan Donald Trump
Trump merupakan seorang elit yang memiliki beberapa usaha dibidang properti. Bisa dikatan bahwa pada awalnya Trump merupakan seorang elit ekonomi. Menurut Pareto elit merupakan orang-orang yang berhasil yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat (Sp Varma, 1999, h. 200). Dalam hal ini Trump merupakan elit karena mempunyai banyak usaha dibidang properti sehongga kekyaan Trump lebih besar dari masyarakat lainnya.
Bila melihat pembagian kelas dalam masyarakat yang dilakukan oleh Pareto Trump termasuk ke dalam lapisan atas tetapi bukan termasuk ke dalam governing elit melainkan non-governing elit yang tidak bisa memerintah (Sp Varma, 1999, h. 200). Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa elit bisa berasal dari beberapa bidang seperti elit dalam politik dan ekonomi.
Keterlibatan Trump dalam bidang politik sebenarnya bukan hal baru lagi. Wacana mengenai dirinya yang akan mencalonkan diri sebgai presiden muncul sejak tahun 1988 dengan berganti-ganti partai. Pada tahun 1988, dia mempertimbangkan untk mencalonkan diri dari Partai Republik meskipun akhirnya batal, di tahun 2000 ia berpindah ke Partai Reform, lalu kini kembali ke Partai Republik.
Awal kampanye Presidensialnya di mulai pada tahun 2000. Dimana ia mengumumkan pencalonan dirinya sebgai presiden dalam acara Larry King Live Oktober, 1999. Gubernur Minsetosa, Jesse Ventura meyakinkannya untuk menominasikan diri dari Partai Reform. Kampanye juga berfokus pada masalah perdagangan yang adil,upaya-upaya mengeliminasi utang-utang negra, serta usaha demi tercapainya kesehatan secara nasional. Namun,  dari kampanyenya saat iru banyak yang beranggapan bahwa itu hanya taktik untuk meperkuat brandnya The Trump organization serta membuat laris bukunya (Admojo,Tri & dkk, 2017).
Ditambah pada saat itu Trump juga sudah membuat komite untuk membatunya dalam memberikan saran-saran berkaitan dengan politik untuk mempersiapkan diri. Namun, meskipun kampanyenya tidak mencapai tahap lebih, Ia muncul di berbagai media sebagai kandidat. Hingga pada adanya konflik dalm tubuh Partai Reform, membuat Trump mengakhiri kampanyenya. Apalagi ia hanya mnedapatkan poling 7 % pada saat itu jauh pada kandidat-kandidat sebelumnya seperti George Bush dari partai Republik dan Al Gore dari partai Demokrat[1].
Hingga akhirnya pada 16 juni 2016 setelah melalui jalan berliku dan mengalahkan 16 rival, seperti  Senator A.S. Ted Cruz dari Texas, Gubernur Ohio John Kasich, Senator A.S. Marco Rubio dari Florida dan calon-calon lain pada pemilihan pendahuluan Republik[2], akhirnya Donald Trump resmi dicalonkan oleh Partai RepublikPencalonan Trump ini juga membuat popularitasnya meningkat. Kandidat Partai Republik ini mengejar ketertinggalan popularitas yang menurut Polling kalah 7 persen dibanding Hillary Clinton. Ini berdasarkan survei yang dilakukan oleh Reuters dan Ipsos. Clinton meraih popularitas 43 persen, adapun Trump meraih 36 persen. Dalam survei sebelumnya, jarak popularitas Clinton dan Trump mencapai 15 persen.[3]
Perpindahan Trump dari yang sebelumnya merupakan lebih ke elit ekonomi dari pada politik menurut kami karena Trump ingin mendapatkan kekuasaan yang lebih karena pada pidato pencalonannya Trump menginginkan membuat Amerika Serikat berjaya kembali.[4] Selain itu menurut kami dorongan untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar tidak bisa dipungkiri. Oleh karena itu, perpindahan Trump menjadi elit politik sama seperti pendapat para teoritisi politik karena politik memiliki dorongan kemanusiaan yang tak dapat dihindarkan atau diabaikan untuk meraih kekuasaan politik (Sp Varma, 1999, h. 198).
Perjugan politik TrumpTrump seperti perjuangan ekonomi yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dimana setiap orang mencoba bersaingan untuk meraihnya (Maurice Duvergur, 2013). Dan memengang posisi kekuasaan memberikan keuntungan yang sangat besar (Maurice Duvergur, 2013). Keinginan Trump untuk mendapatkan kekuasaan beserta keuntungannya terlihat misalnya saja pada awal kampanye Presidensialnya di mulai pada tahun 2000. Kampanye Trump berfokus pada masalah perdagangan yang adil,upaya-upaya mengeliminasi utang-utang negra, serta usaha demi tercapainya kesehatan secara nasional. Namun, dari kampanyenya saat itu banyak yang beranggapan bahwa itu hanya taktik untuk meperkuat brandnya The Trump organization serta membuat laris bukunya (Admojo,Tri & dkk, 2017).
Jadi dapat dikatakan perpindahan Trump ini lebih ke arah kepentingan atau motif pribadi karena Trump meraih kekuasaan untuk memperkuat brandnya The Trump Organization (keuntungan pribadi).
Pada proses pemilihan Presiden yang dilakukan Amerika Serikat dapat dikatakan bahwa Amerika Serikat sedang mengalami pergantian atau sirkulasi elit. Posisi Trump pada saat pemilihan Presiden merupakan elit tandingan. Trump berusaha untuk meraih kekuasaan. Karena pada saat itu yang berkuasa adalah Barack Obama yang berasal dari partai Demokrat.
Dalam proses pergantian atau sirkulasi elit tersebut dapat dikatakan terjadi di antara elit dengan peduduk lainnya seperti yang dikemukakan oleh Pareto. Dalam hal ini karena yang memerintah pada awalnya adalah partai Demokrat maka terajadi pergantian elit dengan penduduk atau kelompok lainnya yaitu Trump yang berasal dari partai Republik yang tidak dapat memerintah karena merupakan oposisi dari partai Demokrat.
Dalam pergantian atau sirkulasi elit terjadi karena hilangnya kecakapan elit yang memimpin/memerintah sedangkan elit lain menunjukan kecakapannya seperti yang dijbarkan oleh Mosca. Karena dalam makalah ini membahas mengenai sirkulasi elit (Presiden) dimana pergantian atau sirkulasi elit dalam hal ini Presiden dijalankan rutin 5 tahun sekali maka, kami ingin melihat sirkulasi elit tersebut dalam hal kepemimpinan partai yang berkuasa. Dimana sebelumnya pertai yang berkuasa adalah partai Demokrat digantikan oleh partai Republik.
Terjadinya sirkulasi elit di AS ditandai dengan, Sejak akhir Perang Dunia II, hanya ada satu contoh di mana satu partai berhasil menguasai Gedung Putih selama tiga periode. Peristiwa tersebut terjadi ketika Presiden Ronald Reagan yang seorang Republikan dan menjabat selama dua periode digantikan oleh George H.W. Bush.
Ini menjelaskan kondisi Hillary yang cukup sulit mengingat Demokrat melalui Barack Obama sudah menghuni Gedung Putih selama 8 tahun terakhir. Pemilih saat ini menginginkan dengan perubahan. Pemerintahan Obama memang mencatat sejumlah kemajuan signifikan, salah satunya pengangguran yang di bawah lima persen. Namun hal-hal baik bisa jadi memburuk. Simak saja bagaimana krisis perekonomian melanda AS pada 2008, memicu perasaan muak kepada pemerintah dan kalangan elite. Obama dinilai gagal membawa harapan dan perubahan yang menjadi slogannya pada musim kampanye[5]. Hal ini lah terjadi sirkulasi elit dalm pemerintahan dan sikap masyarakat Amerika Serikat yang menginginkan akan terjadinya suatu perubahan. Hal ini lah yang juga menjadi faktor kemenangan Trump sebgai presiden baru Amerika Serikat.
Ditambah lagi, Trump yang berasal dari partai Republik dianggap lebih cakap atau mampu dibandingkan Hillary dari partai Demokrat dalam menyelesaikan permaslahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat Amerika Serikat misalnya dalam kampanye Trump menawarkan harapan bagi masyarakat Amerika Serikat, khususnya kalangan pekerja kelas menengah, yang menginginkan perubahan akibat tekanan ekonomi. Trump juga dinilai menjawab kecemasan warga Amerika Serikat terhadap ancaman teroris, terutama dari kelompok militan Negara Islam (Islamic State/IS).[6]
Salah satu faktor kemenangan Trump dalam Pilpres karena pendapat bahwa Trump dianggap lebih cakap dan mampu dibandingkan Hillary seperti perjuangan politik yang dikemukakan oleh Maurice Duvergur bahwa perjuangan politik, sebagaimana di dalam persaingan ekonomi, peserta yang terbaik menang, yaitu, mereka yang paling bermutu dalam integritasnya, keberaniannya, kekuataanya, kelicikannya, dan kemampuannya bekerja. Kememangan orang yang paling mampu menjamin permuasaan kepentingan umum melalui permintaan silang antara kepentingan pribadi (Maurice Duvergur, 2013). Disini Trump mampu membuaskan kepentingan umum masyarakat Amerika yang takut akan ancaman terorisme seperti yang dijelaskan di atas. Selain itu permasalahan ekonomi mengenai upah yang rendah dan sebagainya dianggap mampu diselesaikan oleh Trump karena Trump memiliki latar belakang dibidang bisinis dan ekonomi.
Senator Amerika Serikat dari Vermont, Bernie Sanders, mengatakan Trump mampu menangkap kemarahan masyarakat Amerika Serikat dari kelas menengah yang lelah dengan kondisi ekonomi negara yang lesu, kebijakan upah yang rendah, dan pajak penghasilan yang tinggi, juga beban premi asuransi kesehatan Obamacare yang akan meningkat tahun depan. Menurutnya, faktor inilah yang mendorong banyak masayarakat Amerika Serikat lebih memilih Trump karena menginginkan perubahan dari kebijakan pemerintahan Presiden Barack Obama, yang diyakini akan diteruskan oleh kandidat presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.[7]
Penjabaran di atas seperti yang dikemukakan Mosca bahwa ada hubungan antara perubahan dalam lingkungan masyarakat dengan sifat-sifat individu. Dimana terdapat rumusan kepentingan dan cita-cita baru yang menimbulkan persoalan baru misalnya akan mempercepat pergantian elit (Sp Varma, 1999, h. 203). Kami berpendapat kurang lebih sama seperti Mosca bahwa adanya cita-cita baru dalam masyarakat mempengaruhi pergantian atau sirkulasi elit. Misalnya saja dalam kasus pemilihan Presiden di Amerika Serikat dimana masyarakatnya berkeinginan untuk adanya perbaikan ekonomi dan penanggulangan terorisme dimana Trump yang berasal dari partai Republik dianggap mampu untuk melakukan tersebut dari pada Hillary yang berasal dari partai Demokrat.
Adapun faktor lainnya yang mendukung terjadinya pergantian/sirkulasi elit, atau secara singkat ada pula faktor yang mendorong kemenangan Trump antara lain[8]:
1.     Trump Cerdas Memanfaatkan Media
Kecerdasan Trump dalam memanfaatkan media tidak mengherankan. Mengigat Trump memiliki latar belakang dalam duania pertelevisian dan hiburan. Ia mengerti bagaimana harus menyampaikan apa untuk membuat penonton jengkel. Dan bagaimana cara menarik perhatian mereka tentunya.
Hampir semua media menginginkan Trump ‘jatuh’, namun tanpa mereka sadari mereka telah membentuk Trump menjadi orang paling berkuasa di muka bumi. Dan memang pada faktanya, saat ini kebanyakan orang lebih mudah mengingat kebijakan Trump dibanding Hilary
2.     Kejutan dari FBI
Beberapa jajak pendapat memenangkan Hillary. Bahkan pada pertengahan Oktober ia memimpin 12 poin di atas Trump. Tetapi keadaan itu seketika berubah ketika Direktur FBI, James Comey mengirimkan surat kepada Kongres pada 28 Oktober. Ia mengatakan akan membuka kembali investigasi terkait skandal email Hillary yang sebelum sempat ditutup.
Karena itulah dukungan Hillary menurun. Meski belakangan ini Comey menegaskan. Pihaknya ‘membersihkan nama Hillary dari skandal email tersebut. Tetapi hal tersebut malah membuat Hillary lekat dengan nama kriminal dan membuat popularitasnya menurun, tetapi disatu sisi hal tersebut membuat keuntungan bagi Trump. Di tambah lagi lawannya dalam pemilu AS Hillary bukan tandingan trump disebabkan Hilarry adalah kandidat democrat terlemah yang pernah dinominasikan sebagai presiden. Dia memiliki bebas historis dari sang suami Bill Clinton, skandal email, skandal penyerangan konsulat di Banghazi, skandal korupsi, serta popularitas yang terendah. Hal ini mmeperburuk situasi karena diperkirakaan akan menjalankan pemrintahan yang tidak jauh berbeda dengan era suaminya.
3.     Sistem Electoral College membuat Trump menang meskipun Hillary meraih suara lebih banyak
Hillary sebenarnya memiliki 668.171 suara lebih banyak dari Trump dan jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan finalisasi hasil akhir pemilu. Namun, undang-undang di AS memberikan mandat kepada electoral college untuk menentukan pilihan mereka. Trump, memenangi Pilpres AS setelah mengantongi 276 electoral votes. Sedangkan pesaingannya dari Partai Demokrat, Hillary Clinton meraih 218 electoral votes. Sistem pemilihan suara AS memungkinkan seorang kandidat memenangkan pemilihan presiden walaupun terpaut hingga 30 persen dari popular vote. Kandidat presiden di AS bersaing untuk mendapatkan suara elektoral bukan untuk mendapatkan suara terbanyak. Setiap negara bagian dalam Electoral College memiliki angka suara elektoral tertentu yang sudah ditetapkan. Jika seorang kandidat unggul di sebuah negara bagian maka dia akan memenangkan suara elektoral dari negara tersebut - bahkan walaupun dia hanya unggul satu suara saja.

B.  Janji-janji Kampanye Donald Trump
Di Amerika Serikat, semenjak akhir Perang Dunia II, hanya ada satu contoh partai yang berhasil menguasi Gedung Putih selama tiga periode. Peristiwa tersebut terjadi ketika Presiden Ronald Reagan yang seorang Republikan dan menjabat selama dua periode digantikan oleh George H.W. Bush.
Hal tersebut menjelaskan kondisi sulit yang harus dilalui Hillary, mengingat partai yang mengusung Hillary adalah partai demokrat yang notabennya sudah menghuni gedung putih selama 2 periode di bawah pemerintahan Barack Obama.
Pemerintahan Obama memang mencatat sejumlah kemajuan signifikan, salah satunya pengangguran yang di bawah lima persen. Namun ada juga hal-hal yang buruk yang terjadi dipemerintahan Obama, salah satunya adalah krisis perekonomian yang melanda Amerika Serikat, yang memicu perasaan muak kepada pemerintah dan kalangan elite. Obama dinilai gagal membawa harapan dan perubhan pada Amerika.
Keberhasilan Trump sendiri dalam pemilihan Presiden menuai kontroversi di Amerika Serikat. Sehingga banyak terjadi demonstrasi penolakan atas kemenangan Trump. Sosok Trump memang dikenal sebagai tokoh yang kontroversial, hal ini setidaknya bisa terlihat dari beberapa pernyataan yang dibuat oleh Trump pada saat kampanye, yakni:
1. Slogan Trump “Make America Great Again”, mengindikasikan bahwa adanya suatu rancangan kebijakan yang ingin membuat Amerika kembali dan ada indikasi bahwa Amerika tengah mengalami kemunduran. Salah satu kebijakannya adalah dalam konteks pertahanan. Salah satu kebijakan pertahanan itu adalah dengan menambah anggaran militer. Sebagaimana dilansir oleh Forbes bahwa Trump siap mendongkrak total anggaran belanja militer antara 500 miliar dollar AS hingga 1 triliun dollar AS.
Belum lagi penambahan jumlah pasukan Amerika Serikat di masa Trump diprediksi akan jauh lebih besar dibandingkan dengan masa pemerintahan Obama, yaitu jika Obama hanya menambah jumlah pasukan sebesar 480.000 maka Trump akan menambah sampai 540.000 tentara. Memang penambahan anggran militer dapat membuat kekuatan militer Amerika semakin kuat, tetapi disatu sisi dapat merugikan sendiri karena cadangan tabungan Amerika banyak berkurang akibat pemborosan di bidang militer. Hal tersebut dapat mengurangi keperkasaan Amerika itu sendiri karena terlalu fokus pada bidang militer, sedangkan masih banyak pengeluaran-pengeluaran lainnya.
2.  Tembok perbatasan akan menutup perbatasan Mesiko-AS,untuk menghentikan orang yang masuk secara gelap. Ia juga mengatakan akan mengusir imigran ilegal yang tinggal di Amerika. Dengan kata lain Trump anti terhadap imigran. dan tembok perbataan tersebut dapat memicu isu rasisme. Menurutnya tindak kriminal dan pengedar narkoba berasal dari imigran sehingga ia akan mendeportasi 3 juta imigran yang mmepunyai catatan kriminal dll. Jika dilihat menurut the Guardian (14/11/16) bahwa tidak ada keterkaitan khusus antara imigrasi dan kriminal. Hasil dari the Guardian sendiri menyatakan bahwa lebih banyak imgran Meksiko meninggalkan Amerika ketimbang memasuki Amerika.
3.  Trump juga menyatakan anti terhadap umat islam. Hal ini yang menjadi sorotan umat islam di Amerika Serikat, banyak demontrasn yang menolak Trump soal penyataannya itu karena dianggap diskrimintif. Trump sendiri jika dilihat orangnya sangat pragmatis dalam artian ia hanya melihat sisi negatif dan menganggap hal-hal tersebut dapat dengan selesai begitu saja. Menyataan Trump sendiri anti terhapat umat islam dikarenakan melihat terorisme atau ISIS menjadi biang terjadi konflik dan dapat memperhambat kekuataan Amerika. Sehingga Trump beranggapan dengan memerangi ISIS maka dunia akan terhindar dari konflik dan membuat Amerika Serikat menjadi negara yang damai. Dalam upaya menghancurkan ISIS, perang akan pecah menjadi lebih besar, dampaknya banyak warga di iran, suriah, palestina dan Negara sekitar yang tidak bersalah akan terkena imbas kerusakan dan kesulitan kehidupan akibat perang.
4. Mengultimatum negara NATO untuk tidak terlalu bergantung pada Amerika. Dapat terjadi berbagai kemungkinan dalam kebijakan ini. Seperti Negara sekutu bisa tunduk dengan mengikuti kemauan Trump, namun bisa terjadi sebaliknya. Negara-negara sekutu bisa bersama-sama menjadikan Amerika Serikat sebagai musuh bersama sehingga Amerika menjadi Negara yang terisolasi akibat permaianannya sendiri. Selain mengultimatum, Trump juga mengancam tidak akan melindungi para sekutu NATO karena kontribusi mereka terhadap anggaran NATO tidak adil atau sepadan dan hanya akan membela sekutu NATO yang memenuhi kewajiban financial mereka.
5.  Mengizinkan Jepang dan Korea Selatan memiliki senjata nuklir, sebagai Negara sekutu Amerika, bisa jadi Jepang dan Korea Selatan dibiarkan memiliki senjata nuklir dalam rangka Amerika yang berambisi mengalahkan Cina dan Korea Utara, sehingga dibiarkannya Jepang dan Korea Selatan memiliki nuklir. Jika kemungkinan yang terburuk terjadi pecah peperangan saudara dikawasan Asia Timur hal tersebut adalah taktik AS dalam menghabisi Cina dan Korea Utara tanpa memengaranginya secara langsung.
Dari beberapa penyabaran diatas Trump tampaknya ingin berfokus pada penguatan kendali Amerika Serikat secara global. Salah satu upaya untuk penguatan kendali Amerika adalah dengan menambah anggaran militer. Dan karena itu pulalah mungkin pada masa Trump penyelesaian konflik lebih kepada cara yang keras dan tegas dari pada negoisasi, misalnya saja dalam kasus menangani ISIS.

C.  Implementasi Janji-janji Kampanye Trump
Presiden Amerika Serikat Donald Trump merayakan 100 hari menjadi orang nomor satu di negara adidaya tersebut pada tanggal 29 April 2017. Namun, soal prestasi, Trump masih jauh tertinggal dari pendahulunya, Barrack Obama. Menurut polling CNN/ORC, di hari ke-100 menjadi presiden, Obama mendapat angka 62 persen atas kinerjanya dari masyarakat Amerika Serikat. Sementara, Trump hanya punya nilai 44 persen. Angka itu merupakan yang terendah dari seluruh presiden Amerika Serikat di era modern, sejak Dwight Eisenhower. Trump berada 11 poin lebih rendah dibanding Bill Clinton, yang punya nilai kinerja 55 persen.
Nilai kinerja di bawah 50 persen itu, menurut polling, disebabkan dua isu utama yang menjadi prioritas Trump sejak menduduki kursi presiden, yakni jaminan kesehatan dan imigrasi. Mengutip CNN, 6 dari 10 masyarakat Amerika Serikat tidak setuju dengan cara Trump menangani dua isu tersebut. Keputusan Trump mengenai kedua permasalahan itu pun terus mendapatkan pemberitaan negatif sejak Januari, saat dia resmi menjabat. Misalnya keputusan Trump mengenai imigran, berdasarkan informasi yang dilansir CNN, pejabat Gedung Putih menyebut, warga dari tujuh negara akan terdampak kebijakan Presiden Trump. Negara-negara itu adalah Iran, Irak, Suriah, Sudan, Libya, Yaman, dan Somalia.[9]
Bila berbicara mengenai permasalahan imigran, kenyataannya  imigrasi di Amerika Serikat juga memberikan nilai tambah yang sangat jarang dijumpai oleh negara kaya – hasrat dan energi untuk sukses. Para imigran inilah yang sebenanrnya yang menjadi tulang punggung kelas pekerja  Amerika Serikat. Jika terdapat pembatasan imigran seperti yang dilakukan oleh Trump, maka pembatasan imigran tersebut akan berpengaruh terhadap perekonomian di Amerika Serikat (Zakaria,fareed. 2015. hal.243).
Di sisi lain, banyak masyarakat Amerika Serikat yang mengacungkan jempol atas intervensi Trump dalam urusan luar negeri. Sebanyak 52 persen warga menyetujui keputusan Trump atas serangan militer ke Suriah dan Afghanistan, serta caranya menangani Korea Utara. Mereka menyebut Trump menggunakan kekuatan militer negara secara bertanggung jawab.
Mengenai militer Trump memaparkan rancangan anggaran pertamanya yang secara umum bertujuan untuk mendongkrak belanja militer. Untuk anggaran pertahanan militer, Presiden Trump mengusulkan kenaikan 10% atau US$52 miliar untuk menambah personel, peralatan dan kemampuan. Selain itu ada dana US$2 miliar untuk senjata nuklir. Kubu Demokrat mengkritik rancangan anggaran yang dipaparkan oleh presiden dengan alasan menghambur-hamburkan uang untuk pertahanan sementara anggaran untuk investasi penciptaan lapangan kerja, energi ramah lingkungan dan pendidikan dipotong. Anggaran Departemen Luar Negeri dan Badan Amerika Serikat untuk Pembangunan Internasional turun 31%. Dengan penurunan ini maka bantuan internasional dari Amerika Serikat akan berkurang. Demikian juga dengan dana bantuan untuk PBB dan bank-bank pembangunan multilateral seperti Bank Dunia. Sebagian hibah militer akan diubah menjadi pinjaman.
Dalam hal penambahan anggatan militer dapat dikatakan bahwa Trump, ingin membuat negaranya kuat melalui militer. Trump merencanakan untuk menaikan 10% atau US$52 miliar untuk menambah personel, peralatan dan kemampuan. Selain itu ada dana US$2 miliar untuk senjata nuklir. Menurut pendapat kami apa yang dilakukan Trump seperti yang dikemukakan oleh Machiavelli. Machiavelli mengemukakan bahwa keberadaan angkatan perang yang kuat sebagai suatu keharusan yang dimiliki negara. Ia juga megemukakan bahwa manifestasi fisik kekuasaan politik negara tidak lain adalah kekuatan militer yang tangguh (Ahmad Suhelmi, 2001, h. 129). Dapat dikatakan simbol kekuatan sebuah negara berasal dari militernya.
Fokus Trump terhadap militer juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Theda Skocpol mengemukakan bahwa negara merupakan serangkaian organisasi administratif, pembuat kebijakan, dan merupakan organisasi militer yang dipimpin atau dikoordinir oleh pemerintah selaku otoritas eksekutif (Skocpol, 1993: 433).[10] Trump ingin menciptakan negara dengan basis militer yang dipimpin oleh pemerintah dalam hal ini Presiden.
Selain itu, dalam bidang ekonomi, Trump juga dianggap berhasil. Sebanyak 54 persen warga puas dengan ekonomi Amerika serikat saat ini, dibanding tahun lalu. Namun, mayoritas tetap melontarkan kritik terhadap kinerja Trump sebagai presiden. Sebanyak 55 persen warga menyebut pengusaha multisektor itu tidak banyak menaruh perhatian pada urusan dalam negeri yang lebih penting. Trump juga dianggap tidak efektif dalam bekerja, terutama soal menyusun kabinetnya. Lainnya, sebanyak 52 persen menyebut Trump tidak menepati janji kampanye. Adapun, 62 persen warga berpendapat pemimpin dunia lainnya, tidak menaruh hormat pada Trump dan sebanyak 52 persen menganggap celetukan-celetukannya berbahaya bagi negara.[11]
Kendati demikian, sebanyak 20 persen pendukung Trump masih percaya Sang Presiden akan berubah lebih baik di masa depan. Seperti Les Clark, 74, seorang eksekutif di industri minyak bumi dan gas, menyatakan dukungannya terhadap kinerja Trump sudah cukup baik. Clark, terutama senang dengan kembali bertumbuhnya industri minyak bumi dan gas berkat keputusan Trump menambah jumlah pipa kilang minyak Keystone XL, yang dulu ditentang Obama. Trump mampu menyediakan lebih banyak jaringan pipa, yang diharapkan akan menghasilkan lebih banyak kilangnya. Meskipun demikian, Clark sedikit khawatir soal Tembok Meksiko, yang dianggapnya bisa menyulitkan Trump.[12]
Sementara itu, mereka yang tidak menyukai Trump beralasan suami Melania Trump itu tidak bisa diandalkan. Hal tersebut terlihat dari penilaian soal atribut personal yang terus terjun bebas. Kini, hanya 37 persen warga yang melihat Trump sebagai pemimpin yang jujur, turun dari 41 persen di bulan November. Nilainya sebagai ‘manajer’ yang efektif juga anjlok sebanyak 6 persen, dari 50 persen ke 44 persen. Hanya 37 persen warga yang percaya dia bisa menyatukan negara dan sebanyak 51 persen warga Amerika Serikat menyebut Trump akan membawa Amerika menuju kemunduran. Emilou MacLean, pengacara dan aktivis hak asasi manusia.berpendapat kebijakan dari pemerintahan ini tidak terlalu berbeda dengan yang dijanjikan. Kebijakannya mengerikan karena berasal dari kampanye mengerikan. MacLean menyebut Trump bahkan lebih mengerikan dibanding George W Bush.[13]
Dari beberapa janji kampanyenya Trump baik yang sudah terrealisasi atau belum, dapat menggambarkan kepemimpinann Trump. Trump sendiri dinilai sangat pragmatis dalam artian ia hanya melihat sisi negatif dan menganggap hal-hal tersebut dapat dengan selesai begitu saja. Ini juga di sampaikan oleh mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengungkapkan hal itu dalam konferensi pers pertamanya sejak Donald Trump memenangi pemilihan presiden.[14]
Disisi lain juga ia ingin membuat negara Amerika Serikat perlahan-lahan seperti terisolasi dengan adanya kebijkan yang membatasi umat muslim, tembok perbatasan AS-Meksiko serta mengurangi produk dari China. [15] Padahal jika dilihat sebenarnya jika itu benar terjadi maka negra tersebut di bawah kepemimpinan Trump akan kembalik terpuruk. Fareed Zakarian (2015) menjelaskan bahwa disatu sisi Rakyat AS ingin agar dunia menerima perusahaan Amerika dengan tangan terbuka, tetapi ketika perusahaan asing datang ke negara tersebut, lain soal. Hal ini juga yang sekarang di terapkan oleh Trump. Perubahan sikap mengenai imigrasi malah lebih dratis lagi. Amerika Serikat sempat menjadi teladan dunia dalam persoalan imigrasi, tetapi sekarang bersikap defensif dan antipati terhadap imigran. Negara yang dahulu gemar memelopori teknologi baru kini, memandang inovasi dengan takut-takut, mempertanyakan dampaknya. Bahkan sejarah mengatakan Amerika disebut sebagai akbar-globalisasi dunia. Namun, di sepanjang perjalanan, mereka akan menulis, Amerika justru lupa mengglobalkan dirinya sendiri (fareed Zakaria, 2015,h.69).
Dengan demikian, inilah yang pengaruh dari janji kampanyenya yang mempengaruhi kepemimpinannya sekarang. Trump saat ini sudah mendatangkan risiko. Salah satunya adalah demonstrasi penolakan kemenangan Trump. Demo itu terancam membesar mengingat sejumlah kebijakan Trump yang kontroversi.



[1] Admojo,Tri & dkk. 2017.First Billionare President Donald Trump.yogyakarta.media presindo
[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Presiden_Amerika_Serikat_2016
[3] https://m.tempo.co/read/news/2016/07/20/116788918/partai-republik-resmi-calonkan-donald-trump-sebagai-presiden
[4] http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/06/150616_dunia_amerika_trump
[5] http://www.serunik.com/2016/11/inilah-10-faktor-penyebab-donald-trump.html
[6] http://www.beritasatu.com/amerika/398393-trump-dianggap-jawaban-harapan-rakyat-as.html
[7] Ibid
[8] Ibid

[10] http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/_7_%20Thomas.pdf
[11] http://fakta.co.id/2017/04/30/hasil-polling-trump-merupakan-presiden-kinerja-terburuk/
[12] Ibid
[13] Ibid
[14] http://batam.tribunnews.com/2016/11/15/kata-obama-donald-trump-bukan-sosok-idealis-tapi-pragmatis-yang-bisa-bawa-kebaikan-asalkan
[15] http://analisis.kontan.co.id/news/trump-politik-populis-dan-tantangannya?page=2

Komentar